Rabu, 24 Juni 2015

Persembahan Terakhir

Seketika tubuhku gemetar
Kata tak mampu lagi berucap
Pikiranku mulai kacau
Jantungku berdetak tak beraturan

Keindahan pagi menjadi bencana
Rindu menjelma menjadi  amarah
Embun tak lagi mampu menjadi penyejuk
Nyanyian dedauan serasa bising

Apakah ini yang namanya kecewa
Ketika cinta yang kita tanam mati begitu saja
Tanpa pupuk dari sang petani
Apakah ini yang namanya hancur
Ketika kita membangun kepercayaan roboh begitu saja
Tanpa badai dari sang penguasa jagad

Nasib memang tak selalu baik
Bertahun-tahun aku bersabar tanpa hasil
Harapan demi harapan mulai runtuh
Tak ada yang tersisa

Aku memang bukan manusia yang baik
Aku tak mampu memberimu kebahagiaan
Aku manusia yang punya banyak kekurangan
Namun hatiku tulus mencintaimu

Kini, sajakku tak seindah dulu
Imajiku telah terpenjara oleh air mata
Kuil hatiku telah tertutup
Nyanyianmu sudah usai

Berbahagialah
Aku akan selalu mendoakan yan terbaik untukmu.

Kamis, 23 April 2015

Gelisah Dalam Kata

Seperti hutan dilanda kemarau panjang
Tandus, tak berair
Dedaunan gugur diterpa angin
Pepohonan menjerit menentang hari

Seperti belati yang mengiris hati
Tajam, tanpa menyisahkan perih
Nestapa memanggil luka berkali-kali
Aku pasrah agar mengahancurkan rinduku

Beribu bisu meradang dalam dada
Riang menjelma porandakan asa
Tidak ada yang paling mengerti selain sunyi
Maka pada sunyi aku bercerita

Apakah hina jika aku mencintai cinta?
Apakah aku murtad jika memuja malam?
Sebab senja telah mengajariku melupakan
Pula mentari tak mampu lagi sinari kalbuku

Oohh.. Betapa harapan adalah racun bagi otakku
Mendamba senyummu dalam guratan pelangi
Tanpa sadar aku adalah pengemis
Hingga kegelisahan terukir dalam kata

Apakah aku benar-benar mabuk
Tapi kadang kesadaran membuatku gila
Aaaa.. Aku benar-benar jatuh dalam langitmu
Sebab semua pikirku hanyalah kamu.

Selasa, 16 Desember 2014

Gejolak Rasa


Resah pula gelisah
Aku menatap langit, membisu
Asap kebebasan menari di hadapanku
Indah, ia memberi ketenangan

Jantung seperti genderang perang
Berdetak, membuat nafasku tak beraturan
Seluruh badan menjadi gemetar
Menahan rasa yang kian membuncah

Aku selalu terjebak dalam rasa-mu
Ia mengalir dalam nadi, menjadi racun
Menyebar keseluruh tubuh
Aku seperti zombie
Hidup tanpa jiwa

Oohh.. Sang penguasa cinta
Akankah hidupku selalu seperti ini
Merangkak dalam semak belukar
Hidup bagai dalam peti mati
Dan tak seorang pun mampu mengangkatku

Malam makin larut
Danau rasa mulai meluap membasahi daratan
Hingga langkah serangga mulai terdengar.
Aaaahh.. Aku hanya mampu berhalusinasi
Dipeluk senja kala pagi menyapa.

Maros, 16 Desember 2014

Sabtu, 01 Februari 2014

Sajak Pukul 00.00

Kasih..
Jiwa tergetar menentang rindu
Bayangmu sulit untuk kurengkuh
Cakrawala bagai perapian para pemanggang

Sunyi menggulingkan asa
Bibir gemetar mengucap namamu
Semesta dada bergemuruh menatapmu
Desah nafas tak lagi beraturan

Kasih..
Jam sudah menunjukkan pukul 00.00
Senja pudarkan malam kian menjingga
Bebintangan redup dalam keceriaan
pepohonan menari seiring nyanyian dedaunan

Dengarlah..
Kini engkau semakin tua
Setiap masa ialah skenario sang pemilik jagat
Maka bermainlah dalam setiap perananmu

Kasih..
Aku lemah pula resah memikul rindu
Mendamba senyummu menusuk kalbu
       Sejuta rasa mencekik kewarasan
Cintaku ialah ikrar yang mengakar abadi
Cintaku mencintai tanpa sesuatu.

Senin, 18 November 2013

Jeruji Rasa Pula Rindu

Malam ini hujan turun dengan penuh semangat, angin bertiup kencang mengguncang seluruh seisi alam. Kesunyian menerpa tiap lorong-lorong kota, badan jalan hanya di penuhi air hujan. Tak ada lagi sapaan dari mereka. Tiap sudut kota nampak pemukiman yang tak berpenghuni, sepi. Aku terbaring gugup diatas kasurku yang empuk, menatap langit-langit kamar, berharap ia mampu menghiburku. Satu persatu bising kendaraan terdengar dari balik rintihan hujan. Mereka menembus tiap kekosongan malam dengan penuh gairah. Auman para bedebah malam tak lagi terdengar, mungkin mereka bersembunyi di balik tembok tebal yang tak seorang pun mampu menembusnya.

Tepat pukul 00.00 WITA. buku dari Pramoedya Ananta Toer yakni "bumi manusia" aku ambil kemudian membacanya, dan ia dapat mengusir kesunyian yang setia menemaniku. Lembaran demi lembaran aku lewati, aku pun jatuh dan tenggelam dalam kisah klasik yang di mainkan oleh "Minke" (seorang pribumi) dan "Annelis" (peranakan belanda dan pribumi)--dalam buku bumi manusia. Kisah itu mengingatkanku padamu -- senja-- sekilas wajahmu terlintas dalam pikiranku. Namun aku tak tahu, apakah kau mengerti dengan yang aku rasa?.

Waktu berlalu begitu cepat, seiring hujan yang kian reda. kini hanya sindiran kodok yang memnuhi telingaku. Aku tak tahu apa arti dan maksud dari sindiran itu. Buku aku singkiran. Imajiku mulai pergi mengelilingi semesta, ia mencoba menelanjangi tiap sudut hatimu dengan harapan mampu membaca setiap perasaanmu.

Satu persatu permasalahan lampau datang meggerogoti pikiranku, wanita, organisasi, pelajaran, kuliah dan masih banya lagi. Mereka datang secara serentak hingga tak memberiku kesempatan untuk memikirkan penyelesaiannya. Aaahh.. kepalaku seperti bola yang tengah dimainkan dalam laga barcelona kontra real madrid, panas. Kepala ini serasa berat, penuh beban. Ada lagi kekhawtiranku pada rasa yang aku titipkan pada seorang gadis yang telah lama aku puja, ya.. dialah senjaku. Aku selalu berdoa yang terbaik untuknya, menjaganya, membuatnya bahagia, dan setia padanya. Aku berharap ia juga mampu berlaku seperti itu padaku.

Oohh.. sungguh merana diriku, terperangkap dalam jeruji rasa yang hingga kini aku tak tau perkara apa yang sedang membelitku. Tak ada saksi ataupun lembaga yang mampu melegalkan hubunganku. Semoga semua baik-baik saja

Hujan telah reda, sisa hujan menyisahkan rindu akan kegersangan. Nyanyian rindu sayup terdengar. Aku mulai teringat dengan hutan, mata air yang jernih, tranggulasi, api unggun, dan hewan-hewan yang mungil. Sudah lama aku tak saling sapa dengan mereka. Aku ingin kembali bermain bersama angin dan kabut, aku ingin kembali memanjakan mataku dengan keindahan yang tiada tanding, aku ingin mencium dan memluk tranggulasi yang menjadi simbol dari puncak gunung, aku ingin kembali bercumbu bersama purnama dan bebintangan. Sungguh aku sangat merindukan semuanya.

Rabu, 30 Oktober 2013

Syair Keabadian

Usai hujan, Aku menelusuri tiap lorong-lorong kesunyian dengan langkah yang pincang. Meresapi tiap tetesan air yang jauh dari permukaan daun, pula rintihan ranitng-ranting yang patah akibat hempasan angin yang tak kenal ampun. Burung-burung bernyanyi, kupu-kupu menari menyambut datangnya sinar mentari menghangatkan bumi setelah hujan datang menyapa setiap jiwa yang di landa kegersangan. Perlahan langkahku terhenti akibat petikan gitar dan sebuah lagu yang membuatku hanyut dalam kisah klasik, "kemesraan" dari Franky Sahilatua judul lagu itu. 

Perlahan, senja mulai tunduk di bawah kaki cakrawala, dengan menyisahkan berjuta rindu yang tertanam dalam dada. Ternyata sudah lama aku tidak melukismu dengan untaian kata, Sudah lama aku tidak menggoreskan kisah kita yang telah lalu, sayangku. Dengan hasrat yang menggema aku mulai mengajak imaji dan jemariku untuk menari diatas kertas putih, Berharap lukisanku tak kalah indahnya dengan taman bunga.

Seluruh kehidupanku telah kau bawa dalam alunan musikmu, tak henti-hentinya aku menari memuja dalam senja kala malam tanpa menyadari bahwa aku telah larut dalam kekosongan. Kini kewarasanku telah di rampas oleh kegilaan rasa, sebab alunan musikmu telah mengakar dan memenuhi ruang hatiku. Tapi tetaplah menjadi gila sebab gila membuatku mampu membaurkan rasa cintaku padamu, karena terkadang cinta datang kapan saja.

Aahh..kerinduanku terhadapmu telah mewabah ke seluruh tubuh, Ia juga telah merasuki tulang belulangku. Namun aku tak mampu untuk mengungkapkannya, bahkan namanya pun sulit untuk aku ungkapkan. Bibirku gemetar, jantungku memompa dengan cepat saat aku menyebut namamu. Ohh pencipta semesta, keindahan senja telah kau lukiskan di wajahnya, cinta-Mu yang kau titipkan padanya telah menyatu dengan syarafku. 

Masihkah kau ingat saat kita berada di atas awan? saat malam tiba, kabut tipis mulai datang menyapa dan membelai tubuh kita. Ada bebintangan, purnama, penguasa malam yang menemani kita saat itu. Tubuhku mulai menggigil dan aku mencoba untuk meraih tanganmu, berharap mampu membuat tubuhku sedikit hangat. Dengan senyum tipis aku menatap wajahmu dan mencoba untuk memaknai tiap inci wajahmu namun kau begitu gelisah, entah apa yang sedang mengganggu pikiranmu.

Wahai sang pemilik cinta, jangan biarkan aku menafikan cinta. Aku selalu berDzikir dan berdoa agar kau tak pernah mengambil cahaya dalam hatiku, agar aku selalu mencipta syair ke-ilahian pada dirinya.

Selasa, 01 Oktober 2013

Salam Rindu

salam rindu
Aku ucap pada cakrawala bisu
Pada senja yang selalu tersenyum
Aku ingin mendekapmu malam ini
Memujamu dalam hening

Purnama hadir di sela-sela rindu
Mendekap angan dalam sepi
Wajahmu terbayang dalam gelap
Kau selalu saja membuatku mabuk.

Oohh.. malam makin indah dengan cerita nostalgia
Mereka bercerita dengan penuh hasrat
Birahi menjadi kiblat bagi penikmat kisah romantik
Aku makin hanyut dengan lantunan mereka

Cahaya tuhan hadir di wajahmu
Kau mampu menyadarkanku dari kegilaan rasa
Dadaku sesak dengan melodimu
Semoga rindu abadi dalam rasa