"Sebenarnya aku tak pandai menulis sebuah cerpen, namun kini aku akan melawan ketidakpandaian itu"
Menjelang sore, langit sepertinya bersahabat. Akupun senang karena dapat berjumpa dengan sosok wanita yang selama ini hanya terhubung lewat dunia maya dan situs jejaring sosial, bercerita tentang lika liku kehidupan, berbagi keceriaan dan kesedihan, kami berbincang bagai memiliki ikatan padahal hanya lewat obrolan kecil lewat chat semata. Namun itu tak mengurangi harmonisasi yang berusaha aku bangun dengannya.
Senin, 17 Septemeber 2012. Itulah waktu perjumpaanku dengannya setelah beberapa hari yang lalu tidak tersampaikan. Menjelang sore, smsnya pun tiba di telepon selulerku aku beranjak pergi dan menuju tempat yang telah disepakati, dengan raut wajah yang riang bagaikan mentari yang tersenyum di pagi hari namun hal itu tak banyak yang tau. dengan kantong tawa yang aku bawa wajah ini pun tak henti-hentinya mengumbar berjuta senyum kepada siapa saja yang melihatku.
Tak terasa kini aku tiba di tempat yang disepakati, bersama seorang teman kelasku yang merupakan teman SMA sang wanita. Setelah 5 menit menunggu di depan gedung rektorat tempat dia menunut ilmu, pandanganku tertuju pada seorang wanita yang menuju ke tempatku menunggu, dan yahh dialah wanita tersebut. sambil tersenyum, aku pun berjabat dengannya, saling balas menyebutkan nama, dan tentunya saling melemparkan senyum yang hangat.
Tak terasa kini aku tiba di tempat yang disepakati, bersama seorang teman kelasku yang merupakan teman SMA sang wanita. Setelah 5 menit menunggu di depan gedung rektorat tempat dia menunut ilmu, pandanganku tertuju pada seorang wanita yang menuju ke tempatku menunggu, dan yahh dialah wanita tersebut. sambil tersenyum, aku pun berjabat dengannya, saling balas menyebutkan nama, dan tentunya saling melemparkan senyum yang hangat.
Kemudian kami menuju "gazebo" untuk melakukan perbincangan hangat dan menjalin harmonisasi yang lebih baik. Dengan raut wajah yang lugu dan tersipu malu, aku pun duduk di samping wanita itu dan bercerita tentang pengalaman hidup dan saling bertukar ilmu. Sambil tersenyum aku menatap wajahnya yang mengeluarkan aura yang sangat indah dan berkarisma.
Dengan gemuruh angin yang mengajak pepohonan menari-nari dan instrumen dedaunan yang sangat indah seakan melengkapi suasana perjumpaanku dengannya. Tadinya aku ingin bersembunyi dibalik tembok moralitas namun bagiku itu tak ada artinya sebab aku ingin dia mengenalku dari sisi baik dan burukku. Dan ku harap dia bisa menerimanya. Tak lama sinar matahari sudah kehilangan nyali untuk bertanding sakti dengan awan yang sedianya melindungi bumi, dan mungkin itulah akhir perjumpaan pertamaku dengannya.
Dengan gemuruh angin yang mengajak pepohonan menari-nari dan instrumen dedaunan yang sangat indah seakan melengkapi suasana perjumpaanku dengannya. Tadinya aku ingin bersembunyi dibalik tembok moralitas namun bagiku itu tak ada artinya sebab aku ingin dia mengenalku dari sisi baik dan burukku. Dan ku harap dia bisa menerimanya. Tak lama sinar matahari sudah kehilangan nyali untuk bertanding sakti dengan awan yang sedianya melindungi bumi, dan mungkin itulah akhir perjumpaan pertamaku dengannya.
"Semoga tiap detik ada ruang untuk saling mengingat"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar