Pada mulanya aku hanya
ingin menyusun kembali hubungan silaturahmi antara kau dan aku yang telah lama
berhamburan di gudang tempat penyimpanan barang. Aku sadar, betapa pentingnya
menjaga silaturahmi, sebab tanpanya kita akan hidup sebagai makhluk yang
individualistic dan bagiku itu takkan mampu menyelamatkan dirimu, dirinya, dan
mereka dari belenggu penguasa yang siap menjadikan kita budak. Dengan menjaga
silaturahmi, kita akan menemukan sebuah “ikatan” diantara tembok-tembok
penghalang yang mampu memisahkan kita.
Seberkas rasa terselip
pada tumpukan silaturahmi yang telah kita susun secara rapi dan menyulut hatiku
yang sedang di landa kekosongan. Sedikit saja rasamu memicunya, maka ia akan
berkobar, membakar seluruh ruang rasaku dan ia kembali bersinar bak senja yang
merindu purnama. Sampai saat ini kobaran itu terus menerus membesar hingga
memenuhi seluruh ruang semesta.
Aku tak ingin jika
suatu saat nanti kau dan aku akan berjalan sendiri tanpa seorang pun yang mampu
mengerti, seperti sebelumnya saat kita masih memikirkan diri masing-masing.
Namun setelah pertemuan malam itu, kau dan aku berada pada titik klimaks yang
mampu membuat kondisi yang begitu apik di antara jurang-jurang hati. Candaan
menyelimuti wajah kita yang telah sekian lama tak saling menyapa, yaaahh.. ada
rindu yang sangat dalam pada tiap lekuk tawamu. Aku ingin mengapainya,
menggenggam kebahagiaan yang kita raih malam itu, hingga kelak kita dapat
mengenangnya kembali.
Setelah berselang
beberapa hari, kedekatan itu semakin nampak pada cermin yang mampu menyatukan
jiwaku dan jiwamu. Begitu banyak hal yang telah kita lewati, pelajaran demi
pelajaran telah kita rangkaikan dalam sebuah melodi kehidupan. Susah dan senang
telah menjadi milik kita, kejenuhanku akan indahnya derita seakan membawa kita
dalam lingkar kebahagiaan.
Setiap orang yang
menyaksikan nyanyian kita pasti iya akan berkata “kalian telah menjalin
hubungan yang harmonis antara senja dan purnama, sebab kedekatanmu sangat jelas
dan tanpa keraguan!”. Berbagai pertanyaan muncul di antara sela-sela bibir
mereka tentang hubungan yang kita jalin saat ini. Bukan pacar, hanya kenyamanan
yang membuat kami menjadi sedekat ini, dan bagiku tidak semua hubungan di
deklarasikan dengan pacaran! “kataku pada mereka yang selalu bertanya-tanya”.
Dengan wajah tak percaya dan ragu akan penjelasanku, mereka pun meng-iya-kannya
dan memalingkan wajahnya dari pandanganku.
Hingga kini, kau dan
aku masih menjajaki tiap sudut kehidupan agar jiwa kita dapat menjadi satu
kesatuan yang utuh. Aku juga ingin agar kita mampu memberi siraman suara-suara
tuhan jika sewaktu-waktu badai datang menghantam. Ada satu kalimat yang selalu
ingin aku ucapkan kala purnama merindu senja, “kau dan aku takkan pernah ada tanpa kau dan aku”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar